Langsung ke konten utama

Unggulan

BEBERAPA CATATAN UNTUK TES WIDAL

A WOMAN WHO NEVER SAY YES

She is a source of power for him
Hari ini saya ingin menceritakan biografi sesosok manusia Indonesia, judulnya adalah Mohammad Amien Rais An Authorized Biography by Zaim Uchrowi.  Buku lama hampir 2.5 tahun yang lalu saya membelinya. Entah kenapa pas pertama melihat buku ini begitu tertarik, padahal dulu saya agak asing dengan sosok seorang Amien Rais, akan tetapi setelah menyelesaikan membacanya dalam waktu rada lama (maklum 374 halaman, saya gak bisa membaca cepat-cepat, dihayati per kalimat, rada susah konsentrasi kalau buru-buru :D) akhirnya saya menaruh kekaguman pada sang tokoh.
Saya ingin menceritakan di balik sosok Amien Rais bapak Reformasi yang menurut saya luar biasa, ada 2 sosok perempuan yang selalu menjadi kekuatannya. 2 sosok tersebut adalah sang ibu Sudalmiah dan sang belahah jiwanya Kusnasriyati. Saya baru memiliki 1 sosok saja, sosok Kusnasriyati yang dicari (4 tahun lagi, saya simpan dulu, dirimu ada tetapi bukan ini saatnya,he) dan saya banyak ceritakan disini.
Semenjak kecil amien kecil didik oleh sang ibu jadi seorang yang memengang teguh prinsip-prinsip beragama, walaupun sering bergaul dengan anak-anak nakal, pandidikan karakter yang ditanamkan sang ibu rasanya jauh lebih kuat dibanding yang lain menjadikan sosok Amien Rais seorang muslim yang berpendirian dan toleran.
Saat Amien Rais berusian 11 tahun, dia mendapatkan seorang tetangga baru namanya pak Haji Abdul Madjid seorang keluarga pedagang yang berhubungan dekat dengan keluarga pak Syuhud (Ayah Amien Rais). Pak haji Madjid memiliki 6 orang anak yaitu Nasrudin, Ahmad Fatani, Kusnasriyati Sri Rahayu, Fatchur Rahman, Nur Rohman, dan Ismail. Kita akan fokus ke sosok Kusnasriyati (Yang menjadi Istri Amien Rais).
Sebagai keluarga pedagang keluarga pak Haji Madjid biasa berpikiran pragmatis, anak-anak lelaki mereka didorong untuk berkuliah karena akan menjadi kepala rumah tangga, sedangkan yang perempuan tidak terlalu didorong untuk berkuliah, melainkan disiapkan menjadi ibu rumah tangga yang baik. Tentang hal ini Kusnasriyati sering berseloteh “kalau kuliah, saya juga pasti jadi insiyur” katanya. Perkataan yang benar-benar berbeda untuk seorang perempuan di masa itu.
Amien pun  mengakui bahwa Kus seorang yang cerdas. Itu terbukti bahwa anak-anak mereka cerdas. Teori mutakhir menyakini kecerdasan anak diwarisi dari ibu, bukan dari ayah.
Hubungan Amien Rais kecil begitu dekat dengan Nasrudin sehingga dia menjadi sering main ke rumah itu. Dengan begitu dia juga menjadi kenal dengan selurus adik Nas termasuk dengan Kus yang saat kecil sering disebut mBethik yang berarti sedikik nakal, iseng, pemberani, dan suka berbuat lebih dari yang lain.
Amien mengenal Kus sedari kecil, diam-diam Amien suka memperhatikannya, apalagi Kus juga sering mampir ke rumahnya bermain bersama Aisyah adik Amien.
Waktu demi waktu dilewati hingga akhirnya Amien Rais menginjak bangku kuliah, dia mengikuti 2 seleksi sekaligus yaitu di FE dan FISIP UGM, dan keduanya diterima. Walaupun sang ayah menyuruhnya masuk FE, tetapi Amien Rais tetap pada keyakinannya dan cita-citanya ingin menjadi seorang Diplomat, tergoda dengan kata “HI” saat dulu ngobrol dengan kakak kelasnya.
Semenjak kuliah di Yogya, Amien menjadi tak sesering dulu ke rumah pak Haji Madjid. Sementara itu Kus sudah tumbuh menjadi seorang gadis yang matang. Disaat yang sama Amien Rais pun bertumbuh menjadi seorang mahasiswa yang produktif menulis artikel-artikel yang ia sering kirimkan ke penerbitan di Bandung, bersama dia tumbuh di Yogya Kauman menjadi sesosok yang kritis dan senang berdiskusi dan penuh prestasi, mendapat nilai A dari dosen yang pelit dan sempat menjadi asisten dosen, dan akhirnya meniti karier di almamaternya UGM.
Sesekali Amien pulang ke rumah, maka dia menjadi tahu jadwal sekolah Kus yang kala itu masih SMP. Setiap hari selasa Kus ada pelajaran olahraga dan selalu lewat depan rumah dan pasti Amien Rais mengatur kepulangannya untuk pas hari selasa selalu ada di rumah. Tetapi itu tak bertahan lama, Karena Kus pindah sekolah.
Amien Rais muda tidak habis akal, dia rajin membuat artikel mingguan untuk koran dan membutuhkan mesin tik, karena di rumah tidak ada mesin tik dan pak Haji Madjid memiliki, dengan alasan untuk meminjam mesin tik, dia menjadi berkesempatan ke rumah Kus, berharap Kus melihat dia mengetik (Modus,hehehe).
Beberapa waktu berlalu, Amien tidak kuat lagi membendung perasaannya, dia memutuskan untuk menyatakan sikap lewat surat (hehehe, sama sepertiku, senang menulis surat, walapun orang kata jadul, tak apa, itu pengalamanku. Mungkin nanti pun saya akan melakukan yang sama padamu sosok Kusnasriyati dalam versiku ^^).
Ibu Kusnasriyati, di Taman Bunga Tulip
Dalam surat itu ia mengharapkan ingin menjalin hubungan lebih dari sebatas kenal, dia mengharapkan jawaban apakah Kus menerima atau menolak cintanya dalam suratnya pun dia tulis “saya ingin jawaban yang tegas. Ya kalau memang ya, tidak kalau memang tidak”
Menunggu jawaban sungguh melelahkan, padahal tak lama kemudian jawaban itu tiba, Kus menyatakan terima kasihnya mendapat surat itu. Menurutnya dia menunjukan surat itu pada kakaknya Fatani “Mas Fatani minta saya menyimpan baik-baik surat Mas Amien” Begitu kata Kus pada Amien.
Amien bingung tak paham bagaimana mengartikan jawaban tadi. Diterima atau ditolak? Dengan  hati setengah panas dia menelpon Kus dengan lugas mengatakan “mBethik! Piye to iki. Sakjane aku mbok trimo opo mbok tolak?
Kus menjelaskan bahwa dia perempuan, tidak mungkin menjawab dengan “caranya Mas Amien”. Amien belum dapat menerima jawaban itu, segera menutup telepon, dan beberapa hari menjadi galau.
Sampai akhirnya pada suatu perkuliah dia mendapat pencerahan, dosennya namanya Prof. M. Idris dengan gayanya yang unik menyampaikan perbedaan antara diplomat dan perempuan
“If a diplomat say yes it means maybe.  If a diplomat say maybe it means no. A diplomat never say no. But, if a woman say no it means maybe. If woman say maybe it means yes. A woman never say yes.” Kata sang Profesor. Amien gembira mendengar kalimat itu, dan sangat yakin bahwa Kus menerima cintanya. Adalah tidak pada tempatnya mendesak Kus menjawab secara verbal. Sejak itu Amien menjadi rajin bertandang ke rumah pak Madjid. Tidak banyak yang tahu hubungan mereka, hanya keluarga masing-masing yang tahu, itupun pura-pura tidak tahu.
Tahun 1969 keduanya menikah, saat itu usia Amien 25 tahun sedangkan Kus 6 tahun lebih muda. Sosok Amien bukan orang yang suka panjang-panjang menimbang, ketika sudah mantap dengan pilihannya dia akan take action.
Amien pun memboyong kus ke Yogya, sebagai dosen baru dengan penghasilan pas-pasan bukanlah hal mudah bagi Kus untuk mendampinginya, hidup di kontrakan dengan segala keterbatasannya, dari serba ada menjadi seadanya. Namun dalam beberapa hal Kus bahkan lebih teguh dibanding Amien. Mereka bersama saling menyokong, Amien sebagai pengajar, hingga sampai pada saatnya dia mendapat beasiswa  S2 ke Amerika.
Semasa di Amerika mereka berpetualang, dan sosok Kus semakin bermakna bagi Amien. Waktunya benar-benar banyak tersita untuk diam membaca di perpustakaan. Kus selalu memasakan makanan kegemaran Amien, menemani Amien melepas kejenuhannya, berjalan-jalan ke pusat kota sekedar duduk di tepian danau yang mengitari kota Chicago. Selain  itu Amien tidak melarang Kus untuk beraktivitas di luar rumah, mengizinkan dia bekerja di salah satu Bridal Company Amerika. Amien mengantarkan Kus ke tempat kerjanya, diselingi canda dan tawa 2 insan yang saling mengasihi, sampai akhirnya terlahit Hanafi anak pertama mereka. (Aaahhhhhhh, so romantic).
Keluarga Pak Amien Rais, Sosok Keluarga Abad 21
Selepas kembali ke Yogya, rezeki pun bersambut, akhirnya mereka bisa membeli rumah yang sampai saat ini pun masih ditempati bersama, tumbuh dengan anak-anaknya Hanafi, Hanum (Penulis buku 99 cahaya dilangit Eropa), Mumtaz, Tasniem Fauziah, dan Ahmad Baihaqie. Kesemuanya anak-anak cerdas dengan ceritanya tersendiri mewarnai perjalanan kehidupan Amien dan Kusnasriyati.
Pak Amien dan Sang Buah Hati Hanum Salsabila Rais
Flashback kembali pasca kepulangan kuliah S2 dari Amerika, selazimnya yang baru tubel, keuangan keluarganya sempat mengalami masa sulit. Tabungan habis untuk membangun rumah. Dan sekali lagi Kus menunjukan keteguhannya dibanding sang suami, dengan berani berinisiatif membuka sebuah warung makan, dia beralasan bahwa warung makan akan memberi 2 keuntungan yaitu membuka pekerjaan buat orang lain dan memberi tambahan uang belanja saat itu. Bertambahlah kekaguman Amien pada sosok Kus. Dengan dukungan dan dorongan Kus pula, Amien semakin bersemangat mengajar, sampai akhirnya mendapat kembali beasiswa Rockefeller ke Amerika.
Amien dan Kus sangat care ke dunia pendidikan. Di dekat rumah, mereka membangun TK Budhi Mulya, mereka sebegitu peduli dengan lingkungan sekitar, mencurahkan perhatian pada perkembangan anak-anak. Karena mereka pun mendidik anak-anaknya untuk berpikiran kedepan, tidak takut apapun, memegang ajaran agama, menjadi berprestasi, dan melanglang buana ke segenap penjuru dunia. Seperti ayahnya Amien Rais yang mengejar intelektualitasnya sampai negeri paman sam, berkesempasan menyusun desertasinya di Mesir sambil sejenak menimba ilmu di Al-Azhar. Sering mengajak keluarganya berpetualang ke negeri orang, karena prinsip Amien dan Kus adalah keluarga perlu wawasan yang mendunia, dan jangan lupa kesederhanaan keduanya yang menjadikan mereka satu.
Ketangguhan Kus diakui anak-anaknya sebagai penyeimbang bapak yang kadang terlalu baik ke orang dan akhirnya dimanfaatkan. Ibu selalu menjaga dan mengingatkan bapak, ungkap Hanafi.
Pada saat-saat penting Amien juga mencari dukungan Kus. Diantaranya ketika terpilih menjadi ketua Umum Muhammadiyah. Organisasi ini sebelum dirinya selalu dipimpin ulama-ulama besar, dibanding mereka, ilmunya bukan apa-apa ungkap Amien. Amien Segera menelpon Kus dan curhat bahwa orang-orang memilihnya sebagai pimpinan. Kus menenangkan Amien dengan berkata “Orang-orang memilih mas tentu ada pertimbangannya, lagi pula setiap orang punya kelebihan masing-masing. Sekarang yang penting bismillah” dengan alasan itu Kus menenangkan Amien yang bimbang.
Dan ternyata benar ucapan Kus, Amien menjadi sosok hebat setelah KH. Ahmad Dahlan, terutama dalam masa-masa sulitnya melangkah dalam dunia politik menggulirkan  reformasi. Kus mememang lebih muda dan seorang ibu rumah tangga, namun ia berperan menjadi tulang punggung bagi tegaknya Amien Rais.
Amin dan Kus tumbuh menjadi pasangan yang kuat dan hangat. Keharmonisan tercermin dari sikap dan prestasi anak-anak mereka yang tumbuh menjadi pribadi yang menarik, memiliki intelektualitas di atas rata-rata,  serta teguh memengang nilai-nilai agama dan sosial. Sikap mereka jauh berbeda dengan kebanyakan anak-anak tokoh publik atau pejabat yang acap kali hura-hura. Bersama mereka membangun diri menjadi potret keluarga ideal abad 21. Yakni keluarga yang teguh memengang nilai-nilai agama dan tradisi sekaligus mampu menjelajahi alam moderenitas. Semua bermula dari pendidikan sang ibu kepada Amien Rais, dan pinangannya pada sosok Kus, Perempuan yang tak mengatakan “ya”saat Amien menyatakan cinta.
Nah itulah sesosok Kusnasriyanti dalam gambaran singkatnya. Melanglang buana bersama sang Suami, menjadi tulang punggu seorang laki-laki yang hebat.


28 Ramadhan, 26 Juli 2014

Muh. Reza Jaelani
Dalam Mendung Cuaca, Ku Menulis.

Menampakan Diri pada Dunia Nyata  

Komentar