Cari Blog Ini
Rasulullah saw bersabda "Ikatlah Ilmu dengan Tulisan"_____ اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ عِلْمًا نَافِعًا، وَرِزْقًا طَيِّبًا، وَعَمَلًا مُتَقَبَّلًا Ya Allah … aku memohon kepada-Mu ilmu yang bermanfaat, rizki yang thayyib, dan amal yang diterima"
Unggulan
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
Diposting oleh
Muh. Reza Jaelani Science Communicator
Satu Tetes yang Signifikan
Pentingnya Memperhatikan Aspek
Pre-Analitik
Assalamualaikum sahabat, berjumpa dalam tulisan di suasana pertengahan
Ramadhan. Walaupun sedang puasa, tetapi semangat tetap harus 45.
Kembali berjumpa dengan reza dalam tulisan-tulisan. Reza sebagai seorang
ATLM.
Ok sahabat saya disini ingin bercerita tentang penelitian seorang
sahabat nih, namanya adalah Nur hanifiani. Judul penelitiannya cukup menarik
untuk dikaji dan perlu di-publish lebih luas dari hanya sekedar KTI yang disimpan di rak perpustakaan, hhe.
Penelitiannya judulnya “Pengaruh Penggunaan
Na2EDTA 10% 50 uL terhadap pemeriksaan LED”.
Ini sebuah judul yang sederhana, tetapi jika dikaji lebih mendalam
sangat mengena dengan praktek pemeriksaan di laboratorium klinik.
Seperti yang sudah banyak dikemukakan bahwa sebagian besar kesalah di
laboratorium klinik (58 – 63%) berasal dari aspek pre-analitik. Aspek
pre-analitik merupakan faktor krusial, karena untuk mewujudkan zero defect di tahapan ini perlu
komitmen dan kontinuitas dalam manajemen laboratorium.
Zero defect sesuatu yang wajib dicapai oleh setiap
laboratorium dan itu dikendalikan oleh yang namanya Manajemen Mutu melalui
sistem QC-QA dan lebih luas diterapkan dalam sistem TQMS .
OK kita keinti cerita tentang penelitian ini. Sebelumnya saya ucapkan
terima kasih atas izin yang diberikan sang peneliti kepada saya untuk
memposting tentang penelitiannya. Selamat dan sukses juga untuk perjuangannya
selam 3 tahun perkuliahan di Jurusan Analis Kesehatan Poltekkes Kemenkes
Bandung.
Ok, pertama tentang pemeriksaan LED nih. Pemeriksaa LED merupakan
singkatan dari laju endap darah atau dalam bahasa inggrisnya ESR (Erytrocyte
Sedimention Rate). Pemeriksaan dilakukan dengan mengukur laju pengendapan/sedimentasi
eritrosit (sel darah merah) dari plasma yang ditempatkan dalam sebuah tabung
kaca berdiameter 2.55 mm ± 0.15 mm dan tinggi 200 mm dengan skala 1 mm, darah
dalam tabung akan didiamkan selama 1 jam dalam posisi tegak lurus pada kondisi
suhu 18-25oC. Standar antikoagulan yang digunakan adalah Na-sitrat
3.8% dengan perbandingan darah dan Na-Sitrat 3.8% sebanyak 1 : 4 (standar Metode
Westergren ICSH 1988) atau pada metode westergren modifikasi, memakai sampel
darah EDTA yang diencerkan dengan NaCl 0.85% 1 : 4.
Nah sahabat, pada kebanyakan praktek pemeriksaan di laboratorium klinik
kebanyakan yang digunakan adalah metode Westergren modifikasi nih. Alasannya simple,
untuk efisiensi, penghematan, dan kenyamanan psikologis pasien supaya gak
diambil banyak darahnya. Kalau si pasien melakukan pemeriksaan Hematologi nih,
kan yang diambil itu kan sampel darah yang menggunakan antikoagulan EDTA tuh
(tabung vaccutainer berwarna ungu pada sistem venipuncture close system atau mencampur secara manual antara EDTA
10% dengan darah pada sistem pengambilan darah yang memakai syringe).
Close System Venipuncture
Nah yang jadi faktor krusial adalah pada saat perbandingan anti koagulan
dan darah gak tepat nih. Menurut standar, jika kita menggunakan EDTA (baik
bentuk garam Sodium alias Natrum atau Potasium alias Kalium) dalam bentuk cair
maka harus menggunakan dalam konsentrasi 10% dengan perbandingan EDTA 10%
sebanyak 10 uL untuk setiap 1 mL darah atau 10 mg EDTA untuk setiap 1 mL darah.
Atau kalau memakai vaccutaner harus diisi sampai dengan tanda batas.
Tetapi pada prakteknya banyak yang tidak sesuai standar nih penambahan
antikoagulannya. Misalnya nih menurut peneliti, standar penggunaan 10 uL sering
kali ditambahkan berlebih dengan alasan ketiadaan mikropipet akhirnya diganti
menggunakan pipet tetes, 1 mL darah + 1 tetes EDTA 10%.
Padahal 1 tetes kalau dikonversi ke dalam satuan uL itu sekitar 50 uL. Waaah???
Gimana nih kelebihan 40 uL??? Apa tidak bermasalah nih????. Itu sebabnya dilakukan
sebuah penelaahan yang disebut penelitian.
Dalam penelitian Nurhaanifiani (2015) dilakukan uji coba pemeriksaan LED
menggunakan darah EDTA yang ditambahkan dengan antikoagulan sebanyak 50 uL dan kemudian
membandingkan hasilnya terhdapa standar pengerjaan LED seperti rekomendasikan
ICSH. Penelitian ini bertujuan untuk melihat apakah ada perbedaan yang
signifikan secara statistik dan klinis dalam hasil pemeriksaan yang dihasilkan.
Nah setelah dilakukan penelitian dengan n = 30 didapatkan hasil p
(signifikansi) pengerjaan LED standar terhadap penegrjaan LED menggunakan EDTA
sebanyak 50 uL sebesar p = 0.00. dengan menggunakan level confidence interval
95% maka p = 0.00 < 0.05, sehingga dapat disimpulkan terdapat perbedaan
secara statistik pada kedua pengerjaan.
Mengerti kah sahabat dengan tafsiran ini ????? hhe
Ok saya jelaskan simpelnya.
Nah sahabat, nih berdasarkan penelitian yang sudah dilakukan ternyata
kalau kita mengerjakan pemeriksaan LED dengan antikoagulan yang tidak tepat,
akan menghasilkan hasil yang berbeda dari pengerjaan standar. Berdasarkan penelitian
ini didapatkan bahwa, kalau antikoagulan yang kita gunakan berlebih makan akan
menimbulkan hasil yang lebih rendah
Hasil Pemeriksaan LED
dalam mm/jam
Na-Sitrat 3.8%
|
Na2EDTA 10% 10 uL
|
Na2EDTA 10% 50 uL
|
|
Minimal
|
2
|
2
|
1
|
Median
|
13
|
12
|
9
|
Maksimal
|
36
|
34
|
26
|
Nampak di grafik
nih, jika hasil sesunggunya 36 mm/jam menurut metode standar, maka kalau kita berlebih
menambahkan antikoagulan akan mendapatkan hasil 26 mm/jam. Wow sangat bermakna
kan. Lebih jauh ini sebuah kebohongan dan bentuk ketidakbertanggungjawaban
sebagai ATLM nih. Ingat kerjanya ATLM berhubungan dengan yang namanya nyawa, hal
sederhana saja sudah lalai da nasal apalagi hal-hal besar lainnya. Itu kenapa
jaminan mutu adalah hal penting dan menjadi seorang yang paham adalah keharusan.
Nah sekarang
sahabat bertanya gak, ko bisa gitu sih hasilnya jadi lebih rendah??
Kita bahas nih ke
teoritisnya.
Jika terjadi kelebihan
antikoagulan, maka si darah yang tadinya isotonis akan menjadi hipertonis. Ini kunci
dasarnya. Isotonis menjadi hipertonis. Pahamkan yang dimaksud dengan isotonis
hipertonis?? Saya yang bertanya tahu apa gak, tapi paham atau gak. Karena kan
harus paham,hhe
Ok begini cerita
teorinya. Bercerita secara kimia nih, makanya ATLM harus ngerti kimia hhe.
Ok mulai
Kondisi hipertonis
ini disebabkan oleh berlebihnya ion-ion terlarut dalam cairan darah yang
menyebabkan perubahan tekanan osmotik. Perubahan tekanan osmotik akan diikuti
adanya proses difusi dan osmosis pada membran sel. Kenapa terjadi perubahan
ini??
Koagulan EDTA nih
ada dalam bentuk garam Na2EDTA atau K3EDTA. Kita ambil
contoh yang Na2EDTA-nya. Na2EDTA akan terionisasi dalam
fase larutan dalam hal ini darah nih
Na2EDTA
------> 2 Na+ + EDTA
EDTA akan berperan
mengikat Ca+2 , sehingga proses koagulasi tidak terjadi. Dalam proses
pengikatan Ca+2 juga, EDTA akan melepas yang namanya proton alias H+.
nah jadi nambah banyak ion soluble kan??. Analoginya gini, kalau dalam suatu
ruangan orangnya makin banyak kan makin padat tuh, kalau orangnya emosional
semua, makin nambah makin emosional tuh hhe.
Lebih jelasnya kita
tonton deh video dibawah ini
Pada keadaan yang
hipertonis menurut Barbara, dkk (2004) mengakibatkan cairan di dalam eritrosit
akan keluar menuju ke medium luar eritrosit. Keluarnya cairan dari dalam sel
eritrosit juga diikuti dengan keluarnya
ion-ion seperti Na+ dan K+. Proses ini menyebabkan eritrosit mengalami
kreanasi menjadi sel yang bentuknya disebut creanated cells. Creanated sel
ditandai dengan kontraksi atau pembentukan nokta tidak normal di sekitar
pinggir sel (13) (Bain, Barbara J. 2004. A beginner Guide Blood Cells. 2nd
Edition. London : St. Marie Campus, Imperial Collage)
Menurut Meiselman
dkk (2007) perubahan bentuk eritrosit tersebut akan menyebabkan juga perubahan
sebaran muatan pada permukaan eritrosit. Permukaan membrane eritrosit tersusun
atas banyak gugus karboksilat. Gugus tersebut yang menyebabkan adanya gaya
elektrostatis bermuatan negatif pada permukaan eritrosit sehingga dalam
peredaran darah eritrosit tidak menempel satu sama lain akibat gaya tolak-menolak
antar muatan negatif di permukaan membrane selnya. Meiselman, dkk. 2007. RBC aggregation : Laboartory Data and Model.
(Jurnal). USA : Indiana Journal of Experiment.
Jika terjadi
pengkerutan sel eritrosit maka akan terjadi perubahan pada sebaran kerapatan
muatan. Kondisi ini akan menyebakan perlambatan pada proses pembentukan rouleux
pada proses LED (proses LED kan terjdai dalam 3 fase, ingat??). Dengan ukuran
sel yang mengkerut dan mengecil, secara otomatis maka rapatan muatan negatif
menjadi lebih terpusat akibat mengecilnya luas permukaan sel. Selain kerapatan
muatan yang meningkat, dengan keluarnya ion Na+ dan K+ menyebankan juga
eritrosit semakin bermuatan potensial negatif.
Hal tersebut menjadikan gaya tolak-menolak antar sel menjadi lebih kuat
dan dampaknya adalah sulit terbentuknya rouleux. Ming-Khung dan Shu Shien.
1973.Role of Surface Electrical Charge in RBC Interaction. (Journal). New York
: Columbia University.
Adanya perlambatan
pembentukan rouleux dengan sendirinya akan menyebabkan perlambatan pada laju
endap darah. Perlambatan laju pengendapan juga disebabkan oleh karena
pengecilan ukuran sel. Semakin kecil ukuran sel, maka gaya berat yang
menyebabkan sedimentasi sel menjadi cenderung lebih rendah. Maka semua itu
dengan sendirinya menjelaskan perbedaan hasil antara pemeriksaan LED yang
menggunakan Na-Sitrat 3.8% sebagai standar pengerjaan dan yang menggunakan
Na2EDTA 10% 50 uL.
Nah ngerti gak sahabat??? Hhe
Intinya gini deh. Saya ingin menyampaikan pesan bahwa dalam bekerja atau
mengerjakan apapun harus dengan dengan pehaman nih. Jangan sampai asal
mengerjakan.
Bahwa dalam Alloh saja mengikatkan kita melalui Rasululloh bahwa dalam
mengerjakan segala sesua itu harus didasarkan ilmu, jangan hanya menjadi
pengikut pengekor. Kritis perlu, bertanya harus, agar semuanya jelas. Karena setiap
apa yang kita kerjakan akan dimintai pertanggungjawabannya.
Jadi jadilah ATLM yang bertanggungjawab berwawasan, tidak mengharuskan
pintar tetapi diharuskan memahami apa yang dikerjakan saja ko dengan ilmu.
Dengan kritis dan bertanya akan lahir ide-ide, begitu pun juga dengan
berdiskusi dan sharing seperti menulis terbuka pemikiran. Terlalu disayangkan
jika hanya sekedar menjadi penikmat jadilah seorang penelaah.
Basic meneliti alias menelaah adalah sesuatu yang penting bagi seorang
ATLM termasuk pemahaman jaminan mutu. Karena apa yang dihasilkan mempengaruhi
kualitas hidup seseorang.
Ucapan terima kasih kepada sahabat saya yang telah berusaha meneliti,
sahabat diskusi selama hampir 7 bulan dalam penelitian ini. Selamat telah
merampungkan jenjang D-III Analis Kesehatan alias ATLM. Semoga bermanfaat
berkah, diharapkan bisa terus upgrade ilmunya dalam passion yang diminati. Terima kasih sudah berkontribusi untuk dunia laboratorium
Sampel yang datang ke laboratorium adalah pasien, dia adalah pelanggan. Maka perlakukan dengan sebaik-baiknya. Dia bernyawa, dan perlu dijaga dengan baik. Karena hasil laboratorium untuk diagnosa yang lebih baik agar mereka semoga sehat selalu
Ok sekian dari saya untuk tulisan ini.
Jadilah penjaga, jadilah yang paham.
Salam Ramadhan Penuh Keberkahan. Kita Istiqomahnya sahabat semua.
Jakarta, 5 Juli 2015
Muh.
Reza Jaelani
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
QA, MLS, Biomedic I Key Expertise : QMS, QC, Statistical Analysis, Immunology
Komentar
Posting Komentar