Langsung ke konten utama

Unggulan

BEBERAPA CATATAN UNTUK TES WIDAL

HISMOPALSMOSIS


Histoplasmosis merupakan jenis mikosis profunda yaitu jenis infeksi jamur yang menyerang organ-organ bagian dalam. Histoplasmosis juga dikenal sebagai Darling’s Diseas. Penyebab histoplasmosis adalah jamur Histoplasma capsulatum, jamur ini merupakan jamur dimorfik yang secara alami terdapat di tanah sebagai jamur saprofit. Histoplasma capsulatum banyak ditemukan di kotoran-kotoran hewan seperti kotoran ungas, kelelawar, dan burung. Histoplasma capsulatum, banyak ditemukan di seluruh dunia seperti di Amerika, Eropa, Australia, termasuk Indonesia. Di Indonesia sendiri kejadian histoplasmosis umumnya ditemukana pada orang-orang yang mengalami kondisi imunosupresi seperti pada penderita HIV-AIDS dan menjadi penyebab mikosis letal pada kebanyakan penderitanya.

Jalan Infeksi Histoplasma capsulatum

Histoplasmosis merupakan jenis infeksi oportunistik. Histoplasmosis didapat ketika terjadi inhalasi spora berupa mikrokonidia. Walaupun seseorang menghirup mikrokonidia  belum tentu mikrokonidia tersebut berkembang lebih lanjut menjadi histoplasmosis. Hal tersebut berkaitan dengan respon imunitas masing – masing orang. Ketika terjadi inhalasi mikrokonidia maka pada awal terdeteksi oleh tubuh maka terjadi respon imun non spesifik, gejala paling ringan dari respon imun ini dapat berupa batuk, demam bahkan muntah-muntah. Respon imun yang baik dapat merecovery hal tersebut walaupun tanpa pengobatan. Mikrokonidia tumbuh menginfeksi menjadia histoplasmosis jika respon imun mengalami supresi atau kegagalan dalam melawan parasit.
Mikrokonidia akan difagositosis oleh sel-sel fagosit seperti neutrophil dan monosit. Walaupun mikrokonidia mengalami fagositosis, namun mikrokonidia tidak akan hancur akan tetapi menjadi berkembang menjadi bentuk yeast. Hal ini berkaitan dengan sekesi protein yang menginhibisi kerja protease lisosom pada sel fagosit. Perubahan bentuk miselia menjadi yeast diperantarai dengan adanya ion besi yang mengaktivasi gen diferensiasi dan kondisi suhu fisiologis yang memungkinkan enzim pemicu diferensiasi menjadi aktif. Proses tersebut dapat terjadi dalam waktu 15 – 18 jam pasca fagositosis.
Untuk  merespon imunitas dari host akibat berkembangnya inang, pertumbuhan yeast akan terhenti dalam waktu 1 - 2 minggu setelah terpapar. Setelah itu dengan adanya sitokin secara sistematik mengaktifkan kegiatan fungistatic makrofag terhadap yeast intraseluler. Kerusakan pada sel-sel makrofag memicu hipersensitivitas tipe IV yang diperantarai sel untuk histoplasma antigen yang terjadi (3 - 6 minggu setelah terpapar). Sekitar 85 - 90% dari individu yang imunokompeten menghasilkan respon positif terhadap tes antigen kulit untuk spesies histoplasma. Selama minggu ke bulan, respon inflamasi menghasilkan granuloma fibrinous kalsifikasi dengan daerah nekrosis.
Respon imun dimulai ketika terjadi pengenalan antigen oleh sel-sel B dan T. antigen pada Histoplasma capsulatum dapat dikelompokan sebagai berikut :


Mikosis
Uji
Antigen
Sensivitas dan Nilai
Keterangan
Diagnosis
Prognosis
Histoplasmosis
CF
H
≤ 84% kasus positif (titer ≥ 1 ; 8)
Perubahan titer empat kali lipat
Reaksi silang pada pasien blastomikosis, kriptokokosis, asperigilosis, titer dapat disokong uji kulit dengan histoplasmin
CF
Y
≤ 94% kasus positif (titer ≥ 1 ; 8)
Perubahan titer empat kali lipat
Rekativitas silang kurang daripada dengan histoplasmin
ID
H
≥ 85% kasus positif, yaitu pita m atau m dan h
Hilangnya antigen H
Uji kulit dengan histoplasmin dapat meningkatkan jumlah pita m; lebih spesifik daripada uji CF
   
Orang dengan respon imunitas yang baik umumnya tidak akan mengindap histoplasmosis, namun jika terjadi imunosupresi resiko kejadi histoplasmosis menjadi lebih besar. Resiko mengidap histoplasmosis meningkat pada orang-orang perokok, traveler yang melakukan perjalanan ke daerah endemis atau mengunjungi gua, dan orang yang kontak dengan kotoran ungas atau burung. Resiko juga meningkat pada orang yang mendapatkan transplantasi organ, dan orang yang mendapat pengobatan obat steroid atau TNF inhibition seperti pada kondisi rheumatoid.
Organ target utama dari histoplasmosis merupakan paru paru, selain itu juga dapat menginfeksi usus besar, ileum (usus bagian bawah), peritonium, esofagus, dan saluran gastrointestinal. Kebanyakan infeksi bersifat asimtomatis, apabila ada gejala dapat sangat bermacam-macam gejalanya, tergantung kepada bentuk dari penyakitnya. Infeksi paru-paru dapat menjadi short-term (acute) dan relatif ringan, atau dapat juga menjadi long-term (kronis) dan serius. Gejala-gejala infeksi paru-paru akut adalah kelelahan, demam, dingin, sakit di dada, dan batuk kering. Infeksi paru-paru kronis dapat seperti tuberculosis dan terjadi di sebagian besar orang yang telah sakit paru-paru. Hal ini dapat berkembang berbulan-bulan atau bertahun-tahun dan melukai paru-paru. Gejala yang ditimbulkan tidak khas dan menyerupai gejala penyakit paru lain seperti demam, batuk, sesak napas, dan lain-lain. Penyakit yang menahun mirip dengan gejala tuberkulosis shingga sulit dibedakan dari penyakit tersebut. Di alat dalam lain, gejala yang ditimbulkan juga tidak khas dan menyerupai penyakit pada alat tersebut sehingga seringkali penyakit ini tidak dapat dikenal secara dini.
Manifestasi klinis dari histoplasmosis muncul dengan paparan lanjutan yang meluas. Infeksi paru awal mungkin menyebarkan secara sistemik, dengan penyebaran hematogen, dan menghasilkan manifestasi paru. penyebaran hematogen ke kelenjar getah bening regional dapat terjadi melalui limfatik atau hati dan limpa. Progresif disebarluaskan histoplasmosis jarang di host dewasa yang immunocompetent. Sistemik spread biasanya terjadi pada pasien dengan imunitas seluler terganggu dan biasanya melibatkan sistem CNS, hati, limpa, dan rematologi, okular, dan hematologi.
Dari paru, jamur dapat menyebar secara hematogen ke alat lain, terutama sistem retikulo-endotel, sehingga menimbulkan pembengkakan hati, limpa, dan kelenjar getah bening. Walaupun demikian, pada histoplasmosis diseminata, penderita tidak selalu menunjukkan gejala paru ataupun sangat minimal, seperti juga yang terjadi pada pasien ini. Suatu bentuk infeksi yang akut dan fatal serta cepat dijumpai pada anak-anak dan penderita imunosupresi, termasuk penderita AIDS. Demam, anemia, leukopenia, berat badan menurun, sering dijumpai pada penyebaran histoplasmosis diseminata. Jika tidak terdiagnosa, dapat menimbulkan kematian. Fungemia sering dijumpai dan kadang organisme intraselular ini dapat terlihat bersirkulasi pada pemeriksaan sediaan apus darah tepi biasa di dalam monosit
Infeksi histoplasmosis secara klinis dikenal dalam beberapa bentuk diantaranya :
1.    Histoplasmosis Asimtomatik
Histoplasmosis asimptomatik  biasanya terjadi di daerah  endemis. Sebanyak 50 – 85% orang yang tinggal di daerah endemis pernah terinfeksi jamur tersebut.
2.    Histoplasmosis Primer
Jenis infeksi ini terjadi pada fase akut pasca spora terinhalasi ke dalam paru-paru. Jika respon imun lemah, dapat menimbulkan peradangan yang bersifat lokal seperti limfadenopati. Bentuk lain dapat berupa penyakit pernafasan ringan dengan kondisi malaise, demam, menggigil, sakit kepala, myalgia (nyeri otot) , nyeri dada, dan batuk. Pemeriksaan radiologis menunjukkan infiltrat kecil-kecil tersebar di paru dan pembesaran kelenjar pada hilus. Kelainan ini bersifat ringan dan sembuh sendiri.
Pada anak-anak berlangsung tidak lebih dari tiga minggu. Bentuk sekunder, gejalanya serupa dengan yang primer, pada pemeriksaan radiologis tampak nodul-nodul milier tersebar di paru menyerupai tuberkulosis miliaris. Dalam beberapa bulan kelainan ini dapat menghilang sendiri dengan atau tanpa perkapuran. Uji tuberkulin negatif sedangkan uji kulit histoplasmin positif
3.    Histoplasmosis Diseminata
Jenis ini merupakan suatu infeksi yang terjadi pada bayi, anak kecil dan penderita imunospresi. Morbiditas dan mortalitas tinggi. Bentuk yang fatal ini jarang terjadi. Kelainan dimulai dengan infeksi paru akut, demam, batuk, sesak napas dan cepat menjadi progesif serta menyerang banyak organ. Penderita tampak sakit berat, mual, muntah, sakit perut dan diare. Ditemukan rhonkhi (suara berat dalam pernafasan), limfadenopati, hepatosplenomegali, anemia, leukopenia dan trombositopenia. Jika tidak mendapatkan pengobatan, kelainan akan memburuk dan dapat terjadi kegagalan pernapasan, perdarahan gastro-intestinal yang tidak dapat dikontrol, koagulasi intravaskuler diseminata (DIC) dan/atau sepsis, akhimya dapat menimbulkan kematian. Gambaran radiologis paru terlihat infiltrate interstitial difus atau bentuk retikulonodular yang dengan cepat menjadi acute respiratory distress syndrome.
Kelainan ini dapat dijumpai pula pada penderita leukemia atau keganasan sistem limfatik dan hemopoetik lainnya, path pemberian kemoterapi, obat imunosupresif atau steroid, serta pada penderita AIDS yang menunjukkan gejala demam yang tidak dapat diterangkan sebabnya disertai hepatosplenomegali dan pansitopeniat. Kelainan yang bersifat subakut atau kronis dapat di tern ukan pada penderita dewasa, biasanya dengan gejala ulserasi pada mulut, faring, laring dan saluran pencernaan, insufisiensiadrenal, endokarditis, osteomielitis, arthritis dan meningitis.
4.    Histoplasmosis Kronis
Dijumpai pada orang dewasa, perokok dan mempunyai riwayat penyakit obstruksi paru kronis. Gejalanya demam, batuk kronik dengan produksi sputum, malaise, lelah, berat badan turun, nyeri dada dan hemoptisis. Pada pemeriksaan radiologis paru terlihat kavitasi pada lobus atas dan fibrosis yang progresif pada bagian bawah paru. Histoplasmosis kronis dapat berkembang menjadi Histoplasmosis diseminata.

Diagnosis dapat ditegakan dengan menemukan Histoplasma capsulatum pada bahan pemeriksaan. Dapat dilakukan berupa pembiakan pada media, direct mikroskopis histopatologi, maupun uji imunoserologi. Selain itu dapat dibantu dengan pemeriksaan CT Scan atau Rontgen Thoraks PA.
Bahan pemeriksaan yang dapat digunakan antara lain sputum, urine, aspirat pleura, sumsum tulang dan sel darah buffy coat. Preparat darah, preparat sumsum tulang, dan specimen biopsy. Bahan pemeriksaan berupa sputum dan aspirat pleura ataupun darah dapat digunakan untuk bahan kultur, cara kultur memiliki sensitivitas anatar 50 – 70% pada pasien kronis dan lebih tinggi pada penderita diseminata, namun memiliki nilai diagnostik yang rendah pada penderita histoplasmosis akut. Kultur dilakukan pada media SDA, dan bermakna klinis jika ditemukan koloni Histoplasma capsulatum yang pada suhu 37oC membentuk koloni yeast, sedangkan pada suhu kamar membentuk koloni filament.




Histoplasma Capsulatum dengan Pewarnaan Gomoris
Pada pemeriksaan histopatologi hasil biopsy jaringan akan didapatkan reaksi jaringan mirip dengan tuberkolosis dan didapatkan perkijuan. Dengan pewarnaaan HE jamur sulit untuk ditemui, untuk melihat lebih jelas dapat digunakan pewarnaan PAS, Gridley atau Gomoris’s Methenemine Silver Stain, dengan pewarnaan ini jamur akan nampak sebagai blastospora. 
Untuk pemeriksaan imunoserologi dapat digunakan cara imunodifusi dengan histoplasmin dan reaksi ikatan imunokomplemen untuk mendeteksi antibodi terhadap histoplasma.  Tes reaksi imunokomplemen digunakan untuk mendeteksi antibodi terhadap histoplasma, nilai diagnostik pada fase akut hanya berkisar 5 – 15% pasca 3 minggu infeksi, nilai diagnostik akan bermakna 60 -75% jika disertai gejala klinis pada pasien dan pengulana pemeriksaan 6 minggu kemudian dan jika respon imun baik maka akan terjadi perbaikan pada pasien, namun jika terjadi kenaikan titer antibodi maka dapat diduga terjadi peningkatan histoplasmosis kea rah kronis ataupun diseminata. Diantara prevalensi positif pada tes ini 70 -90 % penderita mengarah pada histoplasmosis kronis. Namun cara ini memiliki kelemahan karena dapat terjadi cross reaction jika terdapat infeksi Blastomyces dermatitidis dan Coccidioides immitis.
Cara lainnya adalah pemeriksaan imunodifusi atau dikenal dengan imunopresipitasi. Cara ini digunakan untuk mendeteksi anti-M dan anti H. Anti-M terdeteksi pada 50 – 80% penderita, anti-H hanya terdeteksi pada 10 – 20% penderita dan akan menghilang 6 bulan jika infeksi tidak berlanjut. Anti H lebih menunjukan infeksi aktif histoplasmosis.
Pada pasien yang mengalami imunocompromise dapat dilakukan juga deteksi antigen pada bahan pemeriksaan serum dan urin. Metode pemeriksaan dapat berupa RIA dan baru-baru ini telah direalese produk dengan metode EIA untuk mendeteksi titer antigen histoplasma.
Sebagai komplementer dalam diagnosis dapat disertakan pemeriksaan hematologi lengkap, ALP, dan LDH. Hasil pemeriksaan hematologi menunjukan kondisi pansitopenia yang disertasi trombositosis. Terjadi peningkatan ALP pada penderita histoplasmosis kronis dan diseminata, sedangkan pemeriksaan LDH ditujukan pada pasien pengidap AIDS yang mengalami histoplasmosis diseminata.
Pengobatan pada penderita histoplasmosis dibedakan antara pengobatan pada penderita imunokompeten non AIDS dan pengobatan pada penderita AIDS. Pada kelompok non AIDS pengobatan juga dibedakan antara histoplasmosis diseminata yang mengancam nyawa dan bentuk yang lebih ringan. Pada bentuk diseminata yang mengancam nyawa pengobatan dimulai dengan pemberian amfotersin B secara intravena dengan dosis 0,7 – 1 mg/hari tiap hari selama 1 – 2 minggu. Dosis total diberikan sebanyak 2500 mg untuk orang dewasa. Untuk anak-anak disesuaikan dengan umur dan berat badan. Kemudian diteruskan dengan itrakonazol 200 – 400 mg/hari sampai paling sedikit 6 bulan. Pada bentuk yang lebih ringan dapat diberikan itrakonazol 200 – 400 mg selama paling sedikit 6 bulan. Pada histoplasmosis paru kronik diperlukan pengobatan selama lebih dari satu tahun untuk mencegah relaps.
Pada penderita AIDS dengan histoplasmosis ringan sampai sedang dapat diberikan itrakonazol 200 mg tiga kali/hari untuk tiga hari pertama dilanjutkan denga 2 x 200 mg selama 12 minggu. Prinsip pengobatan histoplasmosis diseminata adalah pemberian terapi induksi untuk mendapatkan perbaikan klinis diikuti terapi supresif untuk mencegah relaps. Terapi induksi menggunakan amfoterisin B 0,5 – 1 mg/kgBB/hari selama 3 hari – 2 minggu tergantung respons penderita. Kemudian diikuti terapi supresif dengan itrakonazol 400 mg/hari selama kurang lebih 3 bulan.
Sulit untuk mencegah pajanan terhadap jamur yang menyebabkan histoplasmosis, terutama di daerah di mana penyakit tersebar luas. Beberapa langkah yang dapat dilakukan untuk menghindari terjadinya Histoplasmosis antara lain :
1.  Hindari tempat yang berkembangnya jamur, terutama daerah yang dipenuhi dari ekskresi burung dan kelelawar.
2.    Mengeluarkan atau membersihkan koloni kelelawar atau kandang burung dari gedung ataupun perumahan.
3. Melakukan desinfeksi pada daerah yang mengalami kontaminasi menggunakan formaldhehid.
4.    Meminimalisir terbangnya debu yang kemungkinan terkontaminasi dengan spora jamur dengan cara menyemprotkan dengan air daerah yang berpotensi sebagai sumber penularan penyakit, seperti kandang ayam sebelum dibersihkan dilakukan penyemprotan dengan air untuk menghindari terbangnya debu yang mengandung spora jamur.
5.  Saat bekerja di tempat yang beresiko sebagai tempat penyebaran penyakit, pekrja hendaknya menggunakan pakaian khusus dan menggunakan masker wajah yang berfungsi untuk menyaring debu yang masuk saat bernafas, sebaiknya gunakan masker dengan diameter kurang lebih 1 milimicron.
6.  Untuk para perokok baiknya mengurangi secar bertahap interval merokok untuk menurunkan resiko nekrosis yang mengundang histoplasmosis.
7.  Untuk penderita HIV-AIDS disarankan untuk selalu mengonsumsi obat ARV agar mengurangi resiko infeksi oportunis histoplasmosis. 


Muh. Reza Jaelani


Komentar