Langsung ke konten utama

Unggulan

BEBERAPA CATATAN UNTUK TES WIDAL

KONSEP IMUNOLOGI

Manusia diciptakan dalam bentuk yang terbaik. Salah satu bukti manusia diciptakan dalam keadaan yang baik adalah  adanya sistem imun. Sistem imun adalah pertahanan tubuh manusia dari komponen asing yang berpotensi menyebakan sakit. Keberadaan sistem imun ini juga menjadi tanda bahwa manusia itu lemah sekaligus hanya "meminjam sistem" untuk hidup.
Imunologi merupakan rumpun keilmuan yang sejak awal didedikasikan untuk kepentingan diagnosis laboratorium untuk penyakit infeksi. Perlu dicatat bahwa pemeriksaan imunologi merupakan pemeriksaan yang paling awal digunakan untuk mendiagnosis sebuah infeksi. Berdasarkan kebutuhan dan perkembangan penyakit infeksi studi-studi imunologi menjadi tidak hanya sebatas mengenai infeksi, meluas ketingkatan seluler (sel-sel imun), humoral (komponen larut yang dihasilkan sel-sel imun), bahwa sampai pada tingkatan molekuler (kajian DNA-Biokimia-genetika).
Sistem imun manusia adalah bukti manusia itu diciptakan sempurna sistem tubuhya sekaligus lemah. Sistem imun bekerja secara terkoordinasi dan mandiri (tanpa pengaruh kesadaran). Tanpa sistem imun manusia mustahil dapat beraktivitas dengan baik.
Contoh sederhana ketika terserang bersin, sebenarnya itu adalah respon imun pada tahapan awal. Komponen asing masing ke dalam rongga hidung seketika terjerat komponen imun di saluran nafas dan seketika kata sistem "get out" dan bersinlah kita. Keluarnya lendir dari hidung, kita muntah dan diare, mengeluarkan air mata ketika kelilipan juga merupakan mekanisme sistem imun yang disebut MALT (Mucose Associated Lymphoid Tissue) dan GALT (Gastroinstestinal Associated Lymphoid Tissue) sebagai barrier utama sistem imum pada tingkatan pertama. Kalau mereka bekerja baik maka amanlah tubuh ini. Jika sistem imun mengalami gangguan maka ada tiga kemungkinan  yaitu immunodefisiensi (sistem imun yang fungsi dan/atau jumlahnya berkurang), autoimun (Sistem imun menyerang diri sendiri), atau kelewat aktif sistem imunnya yang disebut Hipersensitivitas dan keganasan sistem imun.
Contoh paling populer imunodefisiensi misalnya pada orang yang mengidap HIV/AIDS. Orang yang terinfeksi HIV yang kemudian berkembang mengalami sindrom yang "kehilangan" sebagian sistem imunnya secara didapat (akibat infeksi HIV) menjadi sangat beresiko mengalami infeksi yang menyebabkan kematian seperti yang diakibatkan candidiasi orofaring, pneumonia, TBC, atau hanya karena infeksi patogen oportunistik seperti Staphylococcus sp.  yang sebenarnya jika sistem imun berkerja normal infeksi tersebut dapat diatasi oleh sistem imun.
Pengidap AIDS sebenarnya hanya kehilangan sebagian sistem imunnya, yaitu kehilangan fungsi sel CD4+ akibat kematian masal sel ini akibat infeksi HIV. Sel CD4+ berperan dalam respon pembentukan antibodi. Ketiadaan sel CD4+ menyebabkan satu rantai sistem imun terputus maka proses lanjutannya ter-switch. Ketiadaan fungsi CD4+  menyebabkan terbloknya pembentukan antibodi oleh sel B karena tidak ada sinyal yang menstimulasi kerja sel B.  Padahal antibodi sangat vital perannya seperti golongan IgA (ada 5 kelas antibodi IgM,IgG,IgE,IgD,IgA) ada di saluran mukosa pengendali mikroflora normal yang kalau tidak diatur keberadaanya sebagian ada yang bersifat patogen oportunis. Selain itu sel CD4+ khusunya sel T helper (Th) menghasilkan sitokin yang berhubungan dengan fungsi sel makrofag juga Sel B  sebagai sel APC (Antigen Presenting Cell) yang memproses sesuatu benda asing (non-self) menjadi antigen yang diinformasikan ke sel-sel yang berperan dalam respon pembentukan antibodi atau yang dikenal respon spesifik. Jika fungsi ini juga hilang, tidak akan ada respon imun spesifik.
Ada juga kasus autoimunitas yang merupakan kegagalan sistem imun mengenali tubuhnya sendiri. Ada dua kemungkinan dalam proses autoimun itu. Pertama memang komponen imunnya menjadi abnormal, yang kedua sel imun  mendeteksi adanya kelainan pada komponen tubuh yang menjadi sasaran. Jika kemungkinannya yang kedua, sebenarnya sistem imunnya masih kompeten sih, kalau kemungkinan yang pertama berarti sistem imunnya yang sudah gak mengenali tubuh yang ditempatinya, sehingga ini menjadi tanda sistem imun itu sistem yang mandiri. Contoh kasus autoimun adalah Rheumatoid Arthritis (Rematik). Kelainan-kelainan tersebut dapat diperoleh secara genetik ataupun pengaruh lingkungan yang mempengaruhi kerja sistem imun.
Berdasarkan cara kerja pengenalan sistem imun terhadap komponen yang asing atau tidak (self and non-self) terbagi menjadi dua mekanisme. Mekanisme pertama disebut sebagai innate immunity (sistem bawaan yang bekerja non spesifik), sedangkan yang kedua adalah addaptive immunity (sistem yang didapat dan bekerja secara spesifik). Perlu digaris bawahi bahwa kedua sistem tersebut tidak bekerja masing-masing melainkan secara terkoordinasi dan terhubung antar prosesnya.
Sistem imun bawaan atau lebih dikenal dengan respon imun non spesifik merupakan respon awal yang diterima sesuatu yang asing ketika masuk ke dalam tubuh. Sistem ini terdiri dari sistem barrier seperti kulit, saluran epitrl mukosa. Pada tingkatan seluler terdapat sekelompok sel pemakan (fagosit) seperti neutrofil, makrofag, dan sel NK. Sel APC contohnya kelompok sel makrofag (di jaringan atau organ terspesialisasi) serta Dentritic cells yang memodulasi ke respon imun spesifik.
Pada tingkatan humoral sistem imun non spesifik menghasilkan sejumlah mediator (dihasilkan sel eosinofil, basofil, mastosit, termasuk juga trombosit) beserta sitokin yang menjadi sinyal pemanggil respon imun lanjutan. Sistem non spesifik pada tingkatan seluler dan humoral menjadi jembatan ke sistem imun spesifik melalui sel-sel APC dan kelompok sitokin yang disebut interleukin.
Jika sudah ada sinyal dari respon imun non spesifik terhadap sistem imun spesifik maka mulai bekerja lah sistem spesifik. Sistem imun spesifik ditandai dengan adanya pengenalan  oleh limfosit secara spesifik terhadap komponen asing (antigen) yang disajikan sel APC. Proses ini menstimulasi reaksi lanjutan untuk pembentukan antibodi. Limfosit bekerja secara spesifik karena memiliki reseptor antigen yang khas untuk masing-masing klonnya (kelompok). Kemampuan menspesifikan diri didapat dari reaksi pengenalan antigen selama pematangan limfosit dengan mekanisme seleksi klon. Seleksi klon menjamin limfosit yang berapa dalam sistem imun sebagai sel yang profesional dapat membedakan antigen sendiri dan antigen asing. Sifat kespesifikan ini ditunjang proses rekombinasi gen selama sel mengalami maturasi dan tersensitisasi (bekenalan) antigen. Dalam sistem imun terdapat dua jenis sel limfosit yaitu sel T dan B.  Sel B dan sel T tidak dapat dibedakan jika menggunakan mikroskop cahaya. Perbedaan secara morfologi nampak menggunkan mikroskop elektron atau dengan cara immunotyping reseptor pada permukaan membran selnya.
Limfosit T yang berperan dalam pembentukan antibodi adalah sel Thelper (Th) .Sel Th merespon antigen dari sel APC (Sel APC bisa makrofag, dendritik sel, termasuk sel B sendiri) akan teraktivasi memnstimulasi Sel B membentuk antibodi, tetapi sebelumnya sel B akan berdiferensiasi dulu menjadi sel plasma yang menghasilkan antibodi dan sel memori. Sedangkan sel Th akan menjadi sel Th1 dan Th2.
Sekali sel Th dan B  teaktivasi  maka seumur hidupnya dia akan ingat (memiliki memory), dan jika ada paparan yang berulang maka dia akan berespon lebih gesit lagi membentuk antibodi. Upaya pembentukan antibodi merupakan jalan meluaskan cakupan dan kecepatan eliminasi komponen asing dari sistem tubuh. Sel memory inilah yang disebut klon.
Antibodi berperan sebagai penetralisir komponen asing dengan cara opsonisasi komponen asing tersebut yang selanjutkan. Netralisir ini penting untuk mencegah penyebaran agen komponen asing ini menyebakan sakit, menghilangkan pengaruhnya, dan mengeliminasi keluar dalam sistem. Antibodi merupakan komponen solubel (terlarut) yang dapat mencapai setiap penjuru sel-sel tubuh.
Netralisisasi dan opsonisasi oleh antibodi akan menginaktivasi komponen asing tersebut serta mengundang sistem komplemen untuk menghancurkan komponen asing ini melalui proses sitolisis. Hasil sitolisis lebih lanjut akan dieliminasi melalui proses fagositosis kembali, dan sistem akan seimbang kembali. Proses lebih rincinya sebenarnya lebih kompleks.  Jika sistem in bekerja baik maka sehatlah kita yang rentang ini.
Lebih jauh sistem ini bekerja menjaga homeostasis pertahanan tubuh dalam berbagai proses fisiologi. Sistem imun itu sistem yang profesional. Namun perlu diingat juga bahwa kerja sistem yang sempurna ini dapat tersupresi (tertekan) dan juga mengalami kelainan seperti yang disebutkan di atas. Hal yang menjadi pantor pencetus lebih banyak disebabkan faktor lingkungan, seperti pola makan dan gangguan psikologis.
Masih perlu banyak kajian pada tataran biokimia, seluler, dan molekuler mengenai sistem yang kompleks ini. Pemahaman yang lebih rinci mengenai kekomplekan sistem imun diharap pada mendatang peranan imunologi terkhusus spesialisasi immunomodulator dan immunoterapi meningkat dan menjadi solusi dalam peningkatan derjat kesehatan masyarakat.

Muh. Reza Jaelani

Komentar