Langsung ke konten utama

Unggulan

BEBERAPA CATATAN UNTUK TES WIDAL

POST VOID RESIDUAL URINE (SISA AIR KENCING)

SISA AIR KENCING BISA BERAKIBAT SIKSA KUBUR BAGI SEORANG MUSLIM, HADIST RASULULLAH  TENTANG TATA CARA BUANG AIR KECIL  MERUPAKAN KONSEP YANG SESUAI DENGAN PENGETAHUAN SAINS KEKINIAN

Tubuh manusia merupakan sistem yang kompleks. Beragam jenis reaksi biokimia terjadi di dalamnya. Sistem ini mengikuti hukum termodinamika II, tidak semua menjadi energi pasti ada produk sampingan yang tidak dapat dipergunakan kembali. Kalau tubuh tidak mengikuti hukum ini, bisa dibayangkan semua jadi kalor (panas) maka suhu tubuh akan terus naik, atau apa yang kita makan minum diserap semua jadi bagian-bagian tubuh, maka manusia akan terus tumbuh membesar. Sehingga perlulah ada produk yang dibuang.
Produk tersebut harus dikeluarkan dari tubuh karena jika tetap ada di dalam tubuh akan menjadi toksik. Beruntunglah semua makhluk dilengkapi dengan sistem eksresi. Sistem eksresi manusia terdiri dari berbagai organ seperti kulit, paru-paru, dan yang paling sentral adalah ginjal.
Setiap hari ginjal melfiltrasi darah, memilah sisa-sisa metabolisme seperti urea dari sisa metabolisme protein, mengatur jumlah cairan, keseimbaangan elektrolit serta asam-basa agar pH darah (tingkat keasaman) dalam rentang stabil untuk kelangsungan metabolisme.
Setiap menit ginjal memfiltrasi ≈600 mL plasma darah. Filtrat kemudian mengalami reabsorpsi, dan augmentasi. Baru setelah itu dihasilkan urin.
Semua proses itu terjadi pada unit ginjal disebut nefron yang bekerja layaknya mesin penyaring selektif dengan beragam membran permeable yang tersusun atas sel-sel endotel dengan beragam ketebalan dan struktura asesoris yang kaya fungsi.
Urin (air kencing) sebagian besar terdiri dari air dengan komponen terlarut urea, kreatinin, klorida, natrium, kalium, ammonia, ion sulfat, ion fosfor, logam-logam mikronutrien sisa seperti besi  dan logam berat lainnya juga dapat ditemukan dalam urin walaupun dalam jumlah kecil. Jika seseorang mengkonsumsi obat sebagian sisa metabolitnya dibuang melalui urin. Jika urin mengandung protein, glukosa (gula), komponen darah baik terlarut maupun berupa suspensi sel maka mengindikasikan adanya ganguan pada sistem ginjal.
Dalam 24 jam, rata-rata ginjal orang normal memproduksi 1 s.d 1,5 L urin,  dalam sekali berkemih rata-rata dikeluarkan 200-300 mL  urin. Pada kasus tertentu seperti diabetes insipidus produksi urin meningkat sampai 20 L per hari.

Urinary Tract

Sebelum kita merasakan ingin buang air kecil, urin dari ginjal melewati berapa rute mulai dari ureter, kemudian ditampung terlebih dahulu di vesika urinaria (kandung kemih/bladder), baru kemudian setelah kantung ini penuh akibat regangan pada sel-sel epitel yang elastis menekan saraf sensorik, maka kita akan merasakan ingin berkemih (buang air kecil). Sel-sel epitel di kantung ini  bersifat elastis sehingga kita mampu menahan keinginan berkemih, namun jika sudah mencapai renggangan maksimum, apalah daya pasti keluar juga (ngompol) menuju uretra.
Saat urin melewati salurannya aliran urin berguna untuk membersihkan partikel yang ada di saluran kencing. Proses ini secara alami berperan mengeliminasi mikroorganisme jika ada yang sampai masuk ke saliran kencing, agar tidak menimbulkan infeksi baik pada ginjal maupun di saluran urin bawah.
Urin yang umum disebut air kencing pada saat dikeluarkan pertama kali dalam keadaan steril (tidak mengandung mikroorganisme). Komposisi air kencing yang kaya elektrolit, dengan keasaam yang stabil (pH 5-6) sangat baik menjadi media pertumbuhan bakteri, lama kelamaan air kencing yang sudah dikeluarkan akan terkontaminasi bakteri yang berasal dari lingkungan sekitar. Dalam waktu cepat (kurang dari 1-2 jam) jika air kencing didiamkan maka kandungan terlarut di dalamnya akan segera terurai, warnanya menjadi lebih pekat, berbau tidak sedap yang jika tercium menimbulkan pusing dan tidak nyaman. Hal tersebut disebabkan penguraian urea dan ammonia baik secara kimiawi maupun biologis.
Si steril ini pada akhirnya lama kelamaan  jadi kotor.
Pada sebagian orang sering dijumpai gangguan pengeluaran urin yang diakibatkan kerja otot-otot sekitar saluran kencing yang disebut retensi. Kondisi lain didapati juga adanya sumbatan pada saluran kencing seperti gangguan prostat (pada laki-laki), sumbatan batu, dsb.
Hal tersebut merupakan penyebab patologis yang menyebabkan tidak seluruhnya air kencing dikeluarkan, masih ada sisa-sisa (residu) air kencing pada saluran kencing maupun kantong kencing (blande) istilah gaulnya post-void residual urine. Kondisi ini bisa disadari (bergejala) ataupun tidak disadari (tidak bergejala).

Sisa Air Kencing

Selain sebab-sebab patologis ada kondisi non patologis juga yang menimbulkan post-void residual urine, yaitu akibat posisi saat kencing yang mempengaruhi pengosongan pada kandunh kemih dan saluran kencing tidak sempurna. Sebagaimana penelitian Goel, dkk (2017) yang menyebutkan jika posisi kencing memperngaruhi keluarnya kencing (uroflowmetry), dalam penelitian ini menyarankan bahwa posisi kencing sambil duduk/jongkok adalah posisi paling optimal agar pengeluaran air kencing agar post-void residual urine tidak terjadi. Walaupun subjek penelitian ini pada usia lanjut (35-60 tahun) namun, menjadi penting juga karena kondisi pasca masa depan ditentukan kebiasan pada umur-umur sebelumnya kan.
Bagi seorang Muslim, mengenai buang air kecil ini sangat diatur ketat. Air kencing yang telah keluar bersifat najis. Ketika ada anggota tubuh yang terkena air kencing maka wajib dibasuh, begitu pun jika ada pakaian yang terkena harus dibersihkan. Rasullulah saw telah mengajarkan caranya termasuk cara bagaimana posisi buang air kecil yang benar, dengan posisi sambil jongkok. Tidak diperbolehkan dalam posisi berdiri.
Tinjau anatomis menunjukkan dalam keadaan berdiri “katup” uretra (External Sphincter Uretra) tidak terbuka seluruhnya, akibatnya ketika otot-otot pada sekitaran kantung kencing berhenti menekan (relaksasi) akan ada sebagian sisa air kencing di saluran kencing. Pada laki-laki biasanya beberapa saat setelah berhenti akan ada respon pengeluaran lagi yang diakibatkan kontraksi otot-otot sekitar penis. Tetapi jika dalam keadaan kencing berdiri pengosongan ini tidak akan sempurna akibat posisi jalur kencing yang terhimpit. Sehingga lebih banyak postvoip residual urine (apalagi kalau pakai celana ketat, kencingnya di urinoir yang cukup tinggi).

Spichater 
Bladder 2

Post-void residual urine berdasarkan beberapa studi tidak hanya terbatas pada saluran kencing saja (uretra) tetapi juga dapat ditemukan dalam jumlah yang banyak (>10 mL) pada bladder (kantung kencing).
Berkaitan dengan kandungan urin yang baik sebagai media pertumbuhan bakteri, maka keberadaan post-void residual urine ini menjadi faktor resiko terjadinya infeksi saluran kencing (Urinary Track Infection : UTI) (Brookman, dkk. 2010).
Pada studi yang dilakukan Truzi, dkk. (2008) menunjukkan kultur bakteri urin positif 27% yang berasal dari sampel Post-void residual urine laki-laki sehat. Semakin banyak sisa urin yang didapat menunjukan semakin besarnya insidensi bakteriuria.
Penelitian May, dkk. (2009) menunjukan pada pasien UTI ditemukan jumlah Post-void residual urine yang lebih banyak dibandingkan non UTI.
Selain dari segi sains, sebenarnya konsep Islam jauh lebih dahulu memparkan larangan kencing sambil berdiri. Bahkan seorang muslim yang tidak memperhatikan cara dia kencing sampai diancam siksa kubur berdasarkan riwayat-riwayat hadist berikut :
Dari Umar radhiyallhuanhu ia berkata, Rasulullah pernah melihatku kencing dalam keadaan berdiri kemudian bersabda “Wahai Umar, janganlah kamu kencing dengan berdiri”. Maka setelah itu aku tidak pernah lagi kencing dengan berdiri. (HR. Tirmidzi)
Dalam sebuah hadist Rasullah saw sampai mewanti-wanti kalau sebab kita tidak memperhatikan halil ini dapat berakibat siksa kubur. Ada sebuah hadist yang diriwayatkan Ibnu Abbas, suatu hari Rasullulah saw melewati suatu kebun kemudian baginda mendengar suara dua orang yang sedang disiksa dalam kubur. Rasulullah saw berkata “Keduanya sedang disiksa dan tidaklah keduanya disiksa disebabkan suatu yang besar” (dulu menurut anggap mereka yang disiksa hal tersebut sepele), kemudian beliau melanjutkan “padahal itu adalah dosa besar. Yang satu disiksa karena tidak bersuci setelah kencing, sementara yang satu lagi disiksa karena suka mengadu domba”……. (HR. Bukhari)
Dari Aisyah radhiyallhuanha bercerita jika Rasulullah saw bersabda “Barang siapa mengabarkan kepadamu, Rasulullah saw buang air kecil sambil berdiri, janganlah kamu mempercayainya karena Rasulullah saw tidak buang air kecil kecuali sambil duduk (jongkok)” (HR. Nasa’i)
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Bersihkanlah diri dari kencing. Karena kebanyakan siksa kubur berasal dari bekas kencing tersebut.” (HR. Ahmad)
Bagi seorang muslim dapat dipahami jika ada anggota tubuh atau pakaian yang terkena percikan air kencing dan tidak disucikan (dibersihkan) dengan bersuci, maka jika ia berwudhu maka wudhunya tidah sah. Jika wudhu saja tidak sah maka shalatnya pun tidak sah. Hal kecil yang sering terabaikan, dan hari ini banyak orang lupa. Sampai mesjid-mesjid pun mendukung kencing berdiri dengan menyediakan urinoir. Jauh sebelum pengetahuan Post-void residual urine ini dikemukan para saintis, Islam jauh lebih maju mengajarkan cara beristibra (diam sebentar setelah kencing).

wpid-tata-cara-istibra-jpg
Dalam sebuah hadist Rasulullah saw bersabda “Jika salah seorang dari kalian kencing hendaklah ia menarik zakarnya tiga kali” (HR. Ahmad). Hakikatnya hadist ini mengajarkan agar jangan sampai ada sisa air kencing (post void residual urine).
Lihat video di bawah ini yang menerangkan tatacara bagaimana posisi buang air kecil yang baik sesuai contoh Rasulullah saw


Simpel  dan visoner. Hal sekecil ini saja diperhatikan dalam Islam. MasyaAlloh.
Dalam hadits lain
Rasulullah saw bersabda “Janganlah seorang dari kaum muslimin berdiri shalat sedangkan ia menahan kencing hingga memperingatkannya”(HR. Ibnu Majah).
Hadist di atas jika kita kaitkan dengan segi anatomi akan berkaitan dengan “katup” uretra, elastisitas epitel kandung kemih, dan retensi air kencing. Dikhawatirkan jika sedang shalat kita menahan-nahan kencing, selain mengganggu konsentrasi dalam sholat, juga dikhawatirkan air kencing terlanjur keluar tanpa terasa, apalagi pada sebagian orang yang mengalami gangguan retensi kencing. Akibatnya batallah shalatnya, atau jika hendak sholat tak sah sholatnya karena pakaian dalam terkena air kencing yang keluar tanpa terasa.
Hadist ini juga sebenarnya mengajarkan agar jangan sering menahan-nahan kencing, agar kelenturan katup uretra, dan otot sekitar kandung kemih terjaga baik.
Hikmah dibalik hadist-hadist diatas jika dikaji lebih lanjut menarik juga. Ternyata infeksi saluran kencing (UTI) penyebabnya sangat dekat. Sisa air kencing (Post-void residual urine) sebagai penyebab UTI menjadi tempat bakteri Mikroflora Normal genital yang bersifat patogen oportunistik (Behzadi, dkk. 2010).
Menurut  WHO  penyebab utama UTI adalah E.coli. bakteri  MFN yang tersesat ke alat genital dekat anus. Bakteri lainnya seperti Staphylococcus aureus, Klebsiella sp, Proteus sp, Pseudomonas aeruginosa, Enterococcus, Enterobacter faecalis. Juga sama-sama bakteri tersesat.

Screenshot_20180904-112603
Secara pathogenesis bakteri-bakteri tersebut masuk melewati jalur urin masuk ke saluran kencing. Faktor yang menyebabkan bakteri-bakteri tersebut berlaku demikian karena didukung kemampuan motilitasnya (faktor virulensi) kemudian kemampuan adhesi atau melekat epitel saluran kencing atau bahkan sampai ke ginjal melakukan penetrasi ke jaringan berkat senjata eksotoksinnya.
E.coli dapat membentuk lapisan biofilm karena memiliki semacam pili yang dinamakan fimbriae. Fimbriae merupakan faktor virulensi tambahan yang menyebabkan E.coli dapat beradhesi dengan epitel di saluran kencing, saking kuatnya menempel dia gak akan terbawa aliran kencing lagi. Malah berkoloni yang kemudian biasanya diikuti teman-temannya seperti Klebsiella sp. dan Proteus sp. Kalau terus menerus akan merusak lapisan epitel sampai menimbulkan peradangan (sakit di area saluran kencing dan genital), pendarahan, atau obstruksi (sumbatan).
Selain dari hal di atas, keberadaan Post-void residual urine terutama pada usia lanjut juga berpotensi menimbulkan gangguan saluran kencing bagian bawah terutama resiko pembentukan batu di kantung kencing akibat pengkristalan partikel air kencing (Jong, dkk 2014).
Baik perempuan maupun laki-laki memiliki kecenderungan pembentukan Post-void residual urine. Pada wanita UTI lebih sering terjadi. Hal ini berkaitan dengan letak lubang genital yang berdekatan dengan anus, bagian dalam genital yang lebih banyak dihuni MFN caracara pengelu air kencing, dan periode menstruasi. Sehingga cara membersihkan sisa kencing dan posisi kencing harus lebih diperhatikan. Perlu dicatat juga perempuan menopause lebih rentang mengalami UTI yang berkaitan dengan kadar estrogen yang menurun berpengaruh secara tidak langsung ke sistem imun.
Beberapa teknik pun dikembangkan untuk mengurangi sisa-sisa urin ini, seperti disarankan Rachel (2017) agar kita melakukan buang air kecil dengan teknik yang disebut Double Voiding. Teknik ini mennyarankan agar kita duduk pada saat buang air kecil (pada WC  duduk) atau jongkok. Untuk laki-laki tidak disarankan kencing di urinoir (berdiri). Celana sebaiknya dijauhkan dari sekitar genital, buat otot sekitar genital tidak tertekan terutama otot-otot paha dan sekitar genital. Jongkok/duduk sambil tangan diletakan di lutut atau paha, keep relaks biarkan air kencing keluar dengan sendirinya. Setelah aliran air kencing berhenti keluar, jangan buru-buru membilas, tunggu 5-10 detik sampai benar-benar semua air kencing keluar yang ditandai tetesan-tetesan kecil, lalu bilas bagian genital dengan air menggunakan tangan, tidak sekedar menyiramkan air. Terkhusus laki-laki seperti yang dicontohkan pada gambar sebelumnya sambil memijat area sekitar penis agar semua sisa air kencing keluar.
Teknik lain yang disarankan seperti “Running Water” yaitu teknik kencing sambil mendengarkan suara air (nyalakan kran air/ sambil mengalirkan air) agar saraf-saraf sekitar kandung kemih terstimulasi lebih aktif memerintahkan kontraksi otot kandung kemih mengsongkan seluruh isi kandung kemih. Cara lain ada teknik Bladder percussion  dengan cara pada saat kencing disertai menekan-nekan bagian perut sekitar kandung kemih, letaknya pas di bawah pusar di atas genital kesamping. Kalau laki-laki sambil memijat area sekitar penis yang disebut stimulation therapy (sesuai hadist Rasulullah di atas). Ada juga Vibration therapy. Tinggal dipilih.
Penting menjadi perhatian bagi orang obesitas (gendut) pengosongan kandung kemih relatif memakan lebih lambat. Simpelnya kebanyakan lemak sekitar otot perut memberatkan kontraksi otot kandung kemih, so solusinya lebih baik turunkan berat badan. Sama satu lagi teknik simple untuk menjaga kelenturan otot kandung kemih dengan cara pelvic floor exercise kaya senam lantai ibu-ibu hamil.

Home-Remedies-for-Enlarged-Prostate-kegel-exe

Mulai sekarang mari biasakan menelaah lebih mendalam, berpengetahuan dalam mempraktikkan. Jangan sampai hal kecil berdampak buruk. Jika sudah terjadi, mahal harganya. Bayangkan sebuah pengobatan UTI aja bisa menghabiskan biaya besar, pengorbanan waktu, tenaga, penurunan kenyamanan yang tak ternilai. Apalagi kalau sampai berdampak ke kualitas ibadah, di dunia kadang sukar diperbaiki, di akhir penyesalan gak berujung. Naudzubillah !
Perihal kencing yang kadang kita disepelekan, padahal dibalik itu banyak pelajaran yang dapat diambil. Bagi orang Islam, setiap peringatan dibaliknya pasti selalu ada pelajaran, ada bentuk Ar-rahman dan Ar-rahim Alloh agar manusia hidup dengan baik.
Bismillahirrahmanirrahim (Dengan menyebut nama Alloh yang maha pengasih dan penyayang)

Semoga bermanfaat, aaamiin

Muhammad Reza Jaelani

Referensi

Ward J, Clarke R, Linden R. 2009. At a Glance Fisiologi. Jakarta : Erlangga.

Goel A, Kanodia G, Sokhal A, et.al. 2017. Evaluation of Impact of Voiding Posture on Uroflowmetry Parameters in Men. https://www.researchgate.net/publication/319422329_Evaluation_of_Impact_of_Voiding_Posture_on_Uroflowmetry_Parameters_in_Men.

Truzzi JC, Almeida FM, Nunes EC, Sadi MV. 2008. Residual urinary volume and urinary tract infection--when are they linked?. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/18499191

May M, Brookman  AS, Hoschke B, Gilfrich C, Braun KP, Kendel F. 2009. Post-void residual urine as a predictor of urinary tract infection--is there a cutoff value in asymptomatic men?. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/19375097.

Brookman MS, Burger M, Hoschke B, et al. 2010. Association between residual urinary volume and urinary tract infection: prospective trial in 225 male patients. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/20717648.

Behzadi P, Behzadi E, Yazdanbod H, et al. 2010. A survey on urinary tract infections associated with the three most common uropathogenic bacteria. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3150015/.

Jacobson SH. 1986. P-Fimbriated Echerichia coli in adults with renal scaring and pyelonephritis. www.ncbi.nlm,nih.gov.

Klemm P. 1985. Fimbriae Adhesions of Echerichia coli.  www.ncbi.nlm,nih.gov.

Jong Y, Pinckaers JHFM, Brinck RM, Nijeholt AAB, Dekkers OM. 2014. Urinating Standing versus Sitting: Position Is of Influence in Men with Prostate Enlargement. A Systematic Review and Meta-Analysis. PLoS ONE 9(7): e101320. doi:10.1371/journal.pone.0101320.

Rachel Nall. 2017. A guide to double voiding and bladder-emptying techniques https://www.medicalnewstoday.com/articles/316706.php

Komentar