Cari Blog Ini
Rasulullah saw bersabda "Ikatlah Ilmu dengan Tulisan"_____ اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ عِلْمًا نَافِعًا، وَرِزْقًا طَيِّبًا، وَعَمَلًا مُتَقَبَّلًا Ya Allah … aku memohon kepada-Mu ilmu yang bermanfaat, rizki yang thayyib, dan amal yang diterima"
Unggulan
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
Diposting oleh
Muh. Reza Jaelani Science Communicator
IMMUNOASSAY BERLABEL
IMMUNOASSAY “BERLABEL”
Pemeriksaan
imunologi merupakan salah satu pemeriksaan yang paling banyak dikerjakan di
laboratorium klinik. Dewasa ini prinsip-prinsip pemeriksaan imunologi yang
berbasis reaksi antigen-antibodi tidak terbatas hanya untuk mendeteksi marker
imunologi saja. Penggunaan prinsip-prinsip reaksi antigen-antibodi meluas ke
berbagai parameter non imunologi, seperti pemeriksaan kimia klinik yang
berbasis reaksi presipitasi antibodi terhadap analit dalam darah, mendeteksi
keberadaan obat dalam berbagai cairan tubuh, serta pada pemeriksaan-pemeriksaan
sitologi dan histologi.
Perkembangan
ini tidak lepas dari perkembangan pengetahuan untuk menambatkan suatu penanda
atau yang dikenal dengan pelabelan antigen atau antiodi dengan suatu konjugat.
Pada awalnya konjugat yang ditambatkan atau label yang digunakan adalah
unsur-unsur radioaktif seperti 125I, metodenya disebut Radio Immunoassay RIA, kemudian
berkembang menjadi pelabelan konjugat berbasis enzim berwarna metodenya disebut
Enzyme Linked Immuno Sorbent Assay
(ELISA). Teknik ELISA ini umumnya dikerjakan secara manual dan memerlukan waktu
lama. Pengerjaan manual kemudian beralih menjadi pengerjaan secara instrument
berbasis label yang berfluorecent atau memantulkan pendaran cahaya metodenya
disebut Enzyme Linked Fluorecent Assay (ELFA),
dan satu lagi yang berchemilunecent atau memancarkan pendaran cahaya yang
metodenya disebut Chemiluminecent Linked
Immunoassay (CMIA) atau Electrochemiluminecent
Linked Immunoassay (ECLIA).
Keberhasilan
awal dari reaksi immunologi berlabel terjadi pada tahun 1960 oleh Rosalyn
Yallow dan Berson yang mencoba mengembangkan teknik radioisotope untuk
memperlajari volume darahdan metabolisme iodin yang kemudian menjadi studi
hormone terkhusus insulin. Pda tahun 1959 mereka menyempurnakan teknik
poengukuran ini dan memberinama radioimmunoassay
(RIA). Teknik ini sangat sensitive dapat mengukur jumlah analit yang sangat
kecil dan hanya memerlukan jumlah sampel yang sedikit.
RIA mendasarkan reaksi pada antigen yang berlabel radioisotope
seperti 125I. Antigen berlabel (Ag*) akan berkompetisi bersaing
dengan antigen yang tidak berlabel (Ag) dari sampel untuk bereaksi dengan
antibodi (Ab). Sisa dari Ag* yang tidak bereaksi diukur. Selain teknik
kompetitin ada juga teknik non-kompetitif, dalam reaksi ini yang dilabel
radioaktif adalah antibodi universal.
Teknik
RIA memerlukan perlengkapan dan keamanan khusus dalam pengerjaannya, sehingga
walaupun sensitif dan akurat namun kurang praktis dalam mengerjakannya. Dewasa
ini hanya laboratorium-laboratorium khusus tertentu yang mengerjakan
pemeriksaan ini dan terbatas pada parameter-parameter tertentu yang jumlah
analitnya sangat sedikit.
Sejak
Rosalyn Yallow sukse denga teknik RIA pada tahun 1960, peneliti-peneliti lain
mengembangkan teknik non-radioisotop yang menggunakan enzim berlabel yang
dilakukan Perlmann dan Schuurs. Walaupun awalnya dipandang skeptic namun pada
1966 mereka menemui titik terang, kemudian Peter Perlmann dan Eva Engvall pada
tahun 1971 dari Universitas Stockholm Swedia berhasil mengembangkan teknik
ELISA untuk menentukan secara kuantitatif IgG, yang disebut teknik Enzyme Linked Immuno Sorbent Assay (ELISA),
kemudian disusul dengan teknik yang dikembangkan Anton Schuurs dan Bauke van
Weemen dari Belanda.
Pada tahun
1970-1980 ELISA mengalami
perkemnbangan yang cepat menjadi metode laboratorium yang diterimas secara luas
sampai dengan sekarang. Pada dasarnya menggunakan enzim yang di-linked (dihubungkan) atau yang dsebut
“dilabel” atau “conjugated”.
Perkembangan
selanjutnya berkembang immunoassay berlabel non-radioisotof lainnya. Pada tahun
1983 Antony Campbell dari Universitas Cardiff berhasil mengembangkan akridium
ester yang dapat memendarkan cahaya dari hasil reaksi kimia (chemiluminescent) sebagai pengganti 125I
yang dewasa ini dikenal dengan teknik Chemiluminecent
Immunoassay (CMIA) dan Electrochemiluminecent
Linked Immunoassay ( ECLIA). Ada
juga reaksi berbasis pemantulan cahaya (fluorescent)
yang sejak tahun 1960 ada, dan baru marak dipakai pada awal tahun 1990-an, selain
diaplikasikan dalam immunoassay juga dalam teknik-teknik histologi lainnya.
Perkembangan immunoassay berlabel juga tidak lepas dari keberhasilan Kohler dan
Milstein yang pada tahun 1986 pertama kali berhasil memproduksi antibodi
monoclonal yang disetujui oleh FDA. Penemuan antibodi monoclonal ini menjadi
tonggak pengembangan penelitian dan penemuan sejumlah antigen dan antibodi
lainnya.
Apa perbedaan metode-metode ini?
Sebelum
menjawab pertanyaan di atas, ingat bahwa pada hakikatnya antibodi terdiri 5
isotope antibodi yaitu IgA, IgD, IgE, IgG, dan IgM. Setiap immunoglobulin
terdiri dari Fragmen konstan (Fc) dan fragmen Variabel (Fab). Umumnya untuk
pemeriksaan imunologi yang dideteksi adalah IgG dan IgM, karena keduanya
merupakan fraksi yang dominan (75-80%) dari jumlah seluruh immunoglobulin. IgG
dan IgM ditemukan secara luas, terutama yang IgG (70-75% Immunoglobulin adalah
IgG), dan keduanya adalah yang paling berperan dalam respon imun.
Isotope Immunologlobulin |
Struktur Dasar Immunoglobulin |
Dasar-dasar
reaksi keempat metode di atas dapat dikelompokan sebagai berikut :
1. Mendeteksi
antibodi berjenis IgG
Pada tahap
pertama, IgG dalam sampel akan dideteksi keberadaanya dengan mereaksikannya
dengan antigen, maka jumlah IgG dan antigen berikatan kemudian dideteksi dengan
anti antibodi yang berlabel. Label dapat berupa konjugat enzim ataupun unsur
lain yang dapat dideteksi sesuai dengan metode yang digunakan. Oleh sebab
antibodi dan antigen bereaksi secara langsung, maka rekasi dan jumlahnya
langsung terdeksi maka reaksi ini disebut sebagai teknik direk.
Ilustrasi
reaksi
IgG + Ag berlabel yang berlebih
----> IgG-Ag + Sisa Ag
IgG-Ag berlabel > aktif >
dideteksi konjugat
maka jumlah sinyal yang
terdeteksi setara dengan jumlah IgG dalam sampel.
Pemeriksaan yang bertujuan mendeteksi IgG umumnya
bersifat kuantitatif (mengukur kadar).
2. Mendeteksi
antibodi berjenis IgM
Pada tahap
pertama diperlukan men-capture antibodi (IgM
ditangkap terlebih dahulu) oleh anti IgM antibodi. Hal ini dikarenakan ukuran
molekul IgM yang besar cenderun memiliki afinitas ikatan (kekuatan) yang lemah,
lambat, dan mudah lepas jika tidak ditambatkan. Oleh karenanya bagian Fc IgM
akan di-capture terlebih dahulu oleh
Anti IgM agar pada tahap selanjutnya ikatan IgM dengan antigen lebih stabil.
Setelah IgM di-capture barulah IgM
akan direaksikan dengan antigen, setelah itu sisa dari antigen yang tidak
bereaksi dengan IgM akan dideteksi dan diukur dengan mereaksikannya anti
antigen berkonjugat enzim ataupun unsur lain yang dapat dideteksi sesuai dengan
metode yang digunakan. Pemeriksaan ini merupakan teknik deteksi secara tidak
langsung (Indirek).
IgM + Anti IgM ---> Kompleks
ikatan Fc IgM-Anti IgM
Kompleks Fc IgM-Anti IgM + Ag
berlebih ---> Bagian Fab IgM Berikatan dengan Ag + sisa Ag
Sisa Ag + dideteksi Anti-Ag
berlabel -----> Sinyal
Keberadaan IgM = Ag yang bereaksi
= Ag berlebih - Sisa Ag
Pemeriksan antibodi jenis IgM dengan immunoassay
berlabel umumnya bersifat kualitatif (mendeteksi ada dan tidaknya IgM), hal ini berkaitan dengan struktur IgM yang
berbentuk pentamer dan dapat mengingat antigen yang telah antigen lain yang
telah terikat menyulitkan menentukan kadar IgM secara akurat.
3. Mendeteksi Antigen
Reaksi ini
berbasis reaksi sandwich atau indirek
seperti pemeriksaan IgM. Pada tahap pertama antigen di-capture oleh antibodi kemudian kompleks ini berekasi dengan anti
antigen yang berlabel, membentuk struktur yang dianalogikan seperti roti sandwich
yaitu roti-isi-roti, dalam hal ini kompleks susunan berupa susunan Ab-Ag-Ab.
Oleh
karenya karena analit yang dideteksi itu sama, hakikatnya pun keempat metode
pemeriksaan imunologi berlebel ini adalah sama, satu dengan yang lain adalah
pengembangan dari metode yang sebelumnya. Metode-metode ini berbasikan rekais
imunologi fase II (Reaksi Antigen-Antibodi).
Pada
proses pengerjaan ELISA, tahap pertama
adalah Immunosorbent. Tahapan ini
merupakan proses reaksi antigen-antibodi membentuk ikatan kovalen, disebut sorbent (menempel) karena reaktan
(antigen atau antibodi penangkap) ada di dasar microwell ELISA. Tahap selanjutnya reaksi yang terjadi dideteksi secara
enzimatik kolorimetri.
Berikut
contoh tes kualitatif antigen HBsAg, tes kualitatif antibodi IgM anti Rubella,
dan test kuantitaif antibodi IgG anti Rubella. Setiap pemeriksaan yang berbeda
memiliki microwell yang berbeda,
karena setiap microwell sebagai media immunosorbent
dalam ELISA berisi antibodi atau antigen yang berbeda.
1.
Pemeriksaan HBsAg Kualitatif Metode ELISA
Microwell
pada pemeriksaan ini dilapisi oleh anti HBsAg monoclonal. Ketika ditambahkan
sampel yang mengandung HBsAg sebagai antigen, maka HBsAg berikatan dengan anti
HBsAg monoclonal membentuk kompleks antigen-antibodi sedangkan yang komponen
lain tidak berikatan, karena reaksi imunologi bersifat spesifik (lock and key). Ketika dilakukan
pencucian dengan larutan buffer, kompleks antigen antibodi yang saling melekat
di microwell, inilah kenapa disebut immunosorbent. Proses pencucian
menghilangkan komponen lain yang tidak berikatan. Setelah itu kemudian
ditambahkan Anti HBsAg polikolnal yang dilabel dengan Enzym, Anti HBsAg yang
berlabel enzim ini akan berikatan dengan kompleks HBsAg yang ada di dasar microwell, sisa yang tidak berikatan
dicuci kembali. Proses selanjutnya ditambahkan substrat yang mengaktifkan enzim
mengkatalisis perubahan substrat menjadi menjadi bentuk molekul lain yang berwarna.
Untuk menghentikan reaksi lainnya ditambahakan stop solution asam sulfat. Intesitas warna yang terukur setara
dengan konsentrasi HBsAg dalam sampel. Pengerjaan ELISA seperti ini disebut Indirect ELISA.
ELISA WASHER AND READER |
2. Pemeriksaan
Kuantitatif antibodi IgG anti Rubella
Microwell
pada pemeriksaan ini dilapisi oleh antigen Rubella. Ketika ditambahkan sampel yang
mengandung antibodi IgG anti Rubella, maka antibodi IgG anti Rubella berikatan dengan
antigen Rubella di dasar microwell, kemudian
dilakukan pencucian dan ditambahkan Anti Antibodi IgG Rubella yang dilabel
enzim. Pada tahap ini yang diikat adalah bagian Fc dari antibodi IgG anti
Rubella. Setelah itu dilakukan pencucian kembali untuk menghilangkan kelebihan komponen
yang tidak ikut bereaksi, kemudian ditambahkan substrat untuk mengaktifkan
terjadi reaksi enzimatik yang menghasilkan warna dengan intensitas tertentu. Tambahkan
stop solution. Intesitas warna yang
terukur setara dengan konsentrasi antibodi IgG anti Rubella dalam sampel.
Pengerjaan ELISA yang seperti ini disebut indirect
ELISA.
3. Pemeriksaan
Kualitatif antibodi IgM anti Rubella
Microwell
pada pemeriksaan ini dilapisi oleh peng-capture
(penangkap) yaitu anti IgM antibodi yang mengikat bagian Fc IgM. Setelah di-capture dilakukan pencucian dan
kemudian ditambahkan antigen Rubella yang akan berikatan dengan bagian Fab IgM,
kemudian ditambahkan anti Rubella yang dilabel enzim, dicuci lagi, tambakan
substrat. Setelah itu tambahkan stop solution. Intensitas warna yang terukur
setara dengan konsentrasi antibodi IgM anti Rubella dalam sampel. Nah
Pengerjaan ELISA yang seperti ini disebut Capture
ELISA.
Pengerjaan ELISA memakan waktu yang cukup lama,
perlu latihan berulang kali dan tidak praktis, sehingga laboratorium klinik
untuk mengejar waktu kecepatan pemeriksaan dewasa ini mulai bergeser
menggunakan metode ELFA, CMIA, dan ECLIA. Walaupun demikian metode ELISA tetap
digunakan. Pada dasarnya ketiga metode ini sama, hanya berbeda dalam jenis
label untuk pendeteksi reaksi yang terjadi, dalam tulisan ini akan diterangkan
mengenai metode ECLIA yang berdasarkan keluaran manufaktur ROCHE berbasis alat
Cobas Elecys.
Cobas E-411 |
Cobas Elecys merupakan seri instumentasi imunologi keluar ROCHE yang menggunakan metode ECLIA. Alat ini digunakan untuk banyak pemeriksaan imunologi seperti untuk pemeriksaan HBsAg (Kualitatif, Kuantitatif, Konfirmatori), anti HBs, anti HCV, anti HIV, IgE, Panel TORCH (Toxoplasma, Rubella, Cytomegalovirus, dan Herpes I-II) IgG dan IgM.
Selain
parameter imunologi, metode ELFA-ECLIA-CMIA dapat juga digunakan untuk
parameter non-imunologi seperti panel hormone tiroid FT4, T3, T4, TSHs,
parameter kimia klinik seperti Ferittin, vitamin D-25-OH, Panel Tumor marker seperti
AFP, PSA, Ca-125, Ca 15-3, dsb.
Metode ECLIA didasarkan
pada reaksi electrochemiluminescent yaitu
reaksi pelepasan pendaran cahaya dengan intensitas dan panjang gelombang
tertentu ketika suatu elekron dilepaskan karena adanya transisis energy karena eksitasi
elektron dalam suatu reaksi redoks. Agar definisi tersebut lebih dipahami,
perhatikan contoh mengenai pemeriksaan HBsAg dan IgE metode ECLIA di bawah ini.
Secara garis besar mirip dengan tahapan metode ELISA. Bedanya pengerjaan ELISA
dilakukan secara manual dan memerlukan waktu 3-4 jam sekali pengerjaan,
sedangkan untuh pemeriksaan ECLIA dilakukan secara automatis pada alat, dan
hanya memerlukan waktu 15-30an menit sekali pengerjaan.
1. Pemeriksaan
HBsAg Kualitatif metode ECLIA
Dalam metode pemeriksaan
ini ada beberapa komponen reagen yang digunakan. Pertama ada R1, berisi
Biotinylayed yang dilabelkan ke anti HBsAg monoclonal (Ab-Bio). Kedua R2, berisi
anti antibodi HBsAg yang mengkhaelasi (berikatan) kompleks ion Rutherium dengan
biloks +2 (Ru(bpy)32+). Ketiga R3, berisi Streptavidin
(S) yang dilapisi micropartikel yang bersifat berikatan dengan elektroda
(pengganti microwell). Setiap
pemeriksaan hanya berbeda isi R1 dan R2 saja. Di samping ketiga reagen tersebut
ada reagen lain yang digunakan dalam semua jenis pemeriksaan yaitu ProCell,
CleanCell, dan Syswashyang memiliki peran sebagai buffer solution dan stop
solution.
Ag + Ab-bio (R1) ----> Ag-Ab-bio
Ag-Ab-bio + Anti-Ab-Ru(byp)
32+ (R2) ----> Ag-Ab-bio- Anti-Ab-Ru(byp) 32+
Ag-Ab-bio- Anti-Ab-Ru(byp) 32+
+ S ----> Ag-Ab- Anti-Ab-Ru(byp) 32+-bio—S (menempel pada elektroda)
Elektroda akan menyebakan ion Ru+2
dan TPrA menerima elektron
Ag-Ab- Anti-Ab-Ru(byp) 32+-bio—S + TPrA ----> Ag-Ab-
Anti-Ab-Ru(byp) 32+-bio—S + TPrA-
Terjadi perubahan biloks ini
mengakibatkan adanya signal electrochemiluminescent
Tahapan reaksi
dimulai ketika sampel akan dipipet kemudian di tempatkan dalam tube assay, kemudian ditambahkan dengan R1
dan R2. Reaksi berjalan pada suhu suhu 37oC. Pada tahap ini, HBsAg
berikatan dengan anti HBsAg monoclonal yang dilabel Biotinylayed (Ab-Bio)
membentuk kompleks Ikatan Ag-Ab-bio, kemudian
berikatan dengan anti antibodi HBsAg yang berlabel dengan ion Rutherium
membentuk Ag-Ab-bio- Anti-Ab-Ru(byp) 32+. Bagian
biotilayed akan berikatan dengan streptavidin yang dilapisi micropartikel, membentuk
kompleks Ag-Ab-Anti-Ab-Ru(byp)32+-bio-S. Kompleks imun
kemudian dipipet ke dalam measuring
flowcell, pada bagian instrument ini ada elektroda, sebagai sorbent (tempat
melekat) kompelks imun. Elektroda ini merupakan elektoda, setelah itu
ditambahkan Pro Cell untuk menghilangkan komponen lainnya. Reaksi electrochemiluminescent
terjadi ketika TPA (TRYPTOPHILAMINE) sebagai carrier elektron. Pertemuan reaksi
di elektroda ini menimbulkan reaksi redoks dan signalnya terukur sebagai
pendaran cahaya akibat energi transisi elektron yang disebut disebut electrochemiluminesecent. Signal ini
dibandingkan dengan cut off hasil kalibrasidan diperhitungkan secara otomatis
oleh software dalam instrument.
2. Pemeriksaan
Kuantitatif antibodi IgE
Pada prinsipnya
sama sama diatas hanya saja, yang R1 nya adalah Biotinylayed yang melekat atau
dilabelkan ke antigen, R2 nya adalah R2 yang berisi anti IgE antibodi yang mengkhaelasi (berikatan) dengan ion
Rutherium dengan biloks +3. R3 tetap berisi Streptavidin yang dilapisi
micropartikel reaksi pada elektroda menghasilkan signal electrochemiluminescent.
Referensi
Goldsmith,
SJ. 1975. Radioimmunoassay : Review of Basic Principle. Pubmed.
Thomson
Gale. 1997. Radioimmunoassay (RIA).
Medical Discoveries encyclopedia.com
ELISA
Test: History, Type, and Kits. 2017. Rapidtest.com
Kit
Insert HBsAg II Cobas Roche.
Kit
Insert IgE Cobas Roche
Kresno,
SB. 2010.Imunologi : Diagnosis dan Prosedur Laboratorium. FKUI : Jakarta
Subowo.
2014. Imunobiologi. Sagung Seto : Jakarta.
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
QA, MLS, Biomedic I Key Expertise : QMS, QC, Statistical Analysis, Immunology
Komentar
Posting Komentar